Tanah Lot

Tanah Lot

Selasa, 24 Februari 2015

Desa Panglipuran



BAB III
PEMBAHASAN
3.1 LETAK GEOGRAFIS
Desa Wisata Adat Penglipuran, terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali, dengan ketinggian 500-600 m di atas pemukaan laut dan koordinat GPS 8,0292893° LS, 115,03036° BT. Yang berjarak 5 Km arah utara dari Kota Bangli dan 45 Km dari kota Denpasar.

Luas Desa Penglipuran adalah 112 Ha, 9 Ha digunakan sebagai pemukiman warga dan sisanya adalah hutan dan tanah tegalan atau ladang.

3.2 SEJARAH
Dari sudut pandang sejarah, kata panglipuran berasal dari kata “pengling pura” yang memiliki makna eling/ingat akan tempat suci/ pura untuk mengenang para leluhur. Desa ini sangat berarti bagi penduduk sejak leluhur mereka datang dari desa bayung gede, kecamatan kintamani yang jaraknya cukup jauh dari desa panglipuran, oleh karena itu masyarakat desa panglipuran mendirikan tempat suci/ pura yang sama sebagaimana yang ada di desa Bayung Gede. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa panglipuran masih mengenal asal-usul mereka.
Pendapat lain mengatakan bahwa “penglipuran” diambil dari kata “penglipur” yang berarti “penghibur” dimana pada jaman kerajaan desa ini kerap kali dipakai raja untuk tempat peristirahatan.
Desa penglipuran sudah ada sejak 700 tahun yang lalu, yaitu pada zaman kerajaan Bangli. Menurut penuturan para sesepuh/ penglisir, desa penglipuran merupakan serpihan dari desa Bayung Gede, Kintamani. Kata penglipuran berasal dari kata “pengeling dan pura” pangeling = ingat/ mengingat, dan pura =  tempat/ benteng/ tanah leluhur. Jadi penglipuran artinya ingat kepada tanah leluhur/ tempat asal mulanya. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa pendahulu/ leluhur desa penglipuran berasal dari desa Bayung Gede, Kintamani. Karena letak jarak antara antara Kota Raja Bangli dengan Desa Bayung Gede sangat jauh (sekitar 25 km) dan perjalanan jaman dulu dengan jalan kaki dan maksimal naik kuda, maka untuk memudahkan komunikasi dibuatlah semacam peristirahatan di daerah Kubu (4,5 km) dari kota Bangli. Dari waktu ke waktu akhirnya warga ini terus bertambah banyak karena sudah ada yang berkeluarga dan sudah layak untuk menjadi desa. Sebelum bernama Penglipuran, desa ini dulunya bernama desa Kubu Bayung yang artinya orang Bayung yang tinggal di wilayah Kubu

Desa Adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional, sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dari struktur desa tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. Sehingga dengan demikian Desa Adat Penglipuran merupakan obyek wisata budaya. Keasrian Desa Adat Penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa dengan hijau rerumputan pada pinggiran jalan dan pagar tanaman menepi sepanjang jalan, menambah kesejukan pada daerah prosesi desa.

Pada areal catus pata setelah prosesi tersebut, merupakan areal tapal batas memasuki Desa Adat Penglipuran. Balai wantilan dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan, merupakan daerah selamat datang (Welcome Area).. Areal berikutnya adalah areal tatanan pola desa, yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara linier ke arah kanan dan kiri.

                        Konsep "Tri Mandala" diterapkan di desa ini, yang membagi desa menjadi tiga bagian utama. Bagian paling suci adalah "Utama Mandala" yang terletak di bagian Utara desa di mana candi berada, bagian kedua disebut "Madya Mandala" di mana penduduk desa hidup dan melakukan kegiatan mereka, dan bagian terakhir adalah "Nista Mandala" di mana kuburan berada.




3.3 PENGARUH SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA.
3.3.1 SOSIAL-BUDAYA
Kehidupan sosial-budaya masyarakat di Desa Wisata Penglipuran masih sangat kental, ini dibuktikan masih antosiasnya masyarakat lokal untuk melakukan berbagai macam upacara keagamaan seperti; piodalan, pecaruan, pamungkahan dan lain-lain. Dalam hal upacara keagamaan di pura, pelaksanaannya sepenuhnya dilakukan oleh anggota (krama) desa adat dan biayanya diperoleh dari desa adat setempat, sumbangan dari hasil penjualan tiket masuk Desa Wisata Penglipuran dan bantuan dari pemerintah Kabupaten Bangli
Masyarakat lokal sama sekali tidak mempermasalahkan apabila tempat suci (pura) yang ada di kawasan wisata juga dijadikan objek wisata sejauh masih memenuhi atau sesuai dengan peraturan (awig-awig) yang berlaku. Masyarakat lokal sebenarnya tidak mengharapkan uang atau sumbangan atas dijadikannya mereka sebagai pertunjukan wisata pada saat upacara keagamaan berlangsung. Tetapi apabila ada wisatawan yang ingin menyumbang, sumbangan tersebut dimasukkan/ diterima oleh desa adat. Kehidupan sosial masyarakat berjalan dengan baik dan tidak ada indikasi terjadinya konflik kepentingan antar warga.
Hal yang sangat signifikan bisa dilihat mengenai kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat Penglipuran adalah kesamaan tata pengaturan perumahan yang hanya dilalui oleh satu rurung (jalan) yang membagi perumahan pada tempek kangin (sebelah timur) dan tempek kauh (sebelah barat). Angkul-angkul (pintu masuk) yang yang memiliki kesamaan antara satu rumah dengan rumah lainnya yang berhadap hadapan, tata letak bangunan di dalam area perumahan dimana diharskan setiap rumah memiliki bale adat dan dapur adat yang bentuk dan fungsinya sama pada setiap perumahan. Selain itu keharmonisan juga terlihat dari adanya jalan pintas yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya, ini menandakan bahwa masyarakat pemglipuran merupakan masyarakat sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat lainnya
Pada dasarnya masyarakat lokal menerima dengan baik dan merasa bangga sehubungan dengan desanya dijadikan sebagai salah satu Desa Wisata di Bali. Masyarakat berpendapat bahwa dengan dijadikannya sebagai Desa Wisata setidaknya memberikan kontribusi kepada desanya walaupun secara langsung mereka belum menikmatinya. Namun, pembangunan Desa Wisata juga memberikan peluang kerja kepada beberapa masyarakat lokal yang berkompetensi dalam bidang kepariwisataan

3.3.2 EKONOMI
Pembangunan pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata Penglipuran belum sepenuhnya memberikan manfaat ekonomi secara langsung dan adil kepada masyarakat lokal (host community) karena hanya 5% masyarakat lokal bekerja di sektor pariwisata. Tetapi secara tidak langsung masyarakat lokal telah mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat ini diperoleh melalui Desa Dinas atau Desa Adat dimana mereka berada, karena sebagian penghasilan dari panjualan tikrt masuk Desa Wisata Penglipuran masuk ke kas Desa Adat (Juniarta, 2011).
Tiket masuk daya tarik wisata di Desa Wisata Penglipuran sebesar Rp. 7.500/kepala (wisatawan). Pendapatan Desa Wisata penglipuran yang diperoleh dari hasil penjualan tiket dibagi tiga yaitu:
1)      Untuk petugas pemungut tiket masuk,
2)      Untuk pemerintah daerah Kabupaten Bangli
3)      Untuk Desa Adat Penglipuran.

Cara pembagian pendapatan tersebut adalah; 20% dari total pendapatan perbulan diberikan kepada petugas penjaga tiket masuk, yang pada hal ini dibebankan kepada Sekaa Truna Yowana Bhakti yang nantinya dibagi lagi sebesar 15% untuk yang bertugas dan 5 % untuk kas Sekaa Truna Yowana Bhakti. Kemudian sebesar 60% untuk pemerintah daerah Kabupaten Tabanan. Dan sisanya sebesar 20% untuk Desa Adat Penlipuran. Pembagian tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan. Karena hanya ada 1 jalan masuk/main entry menuju desa wisata penglipuran, memudahkan petugas dalam memungut tiket masuk
Ditemukan juga bahwa hanya sedikit usaha perekonomian masyarakat lokal yang berhubungan langsung dengan industri pariwisata. Warung-warung yang ada disekitar daerah objek wisata hanya diperuntukan untuk masyarakat lokal dan wisatawan domestik dan bukan untuk wisatawan manca negara karena warung-warung tersebut tidak memiliki standar internasional. Kebanyakan masyarakat lokal masih tetap bergelut dalam bidang pertaninan yang merupakan profesi yang telah ditekuni bertahun-tahun dan warisan nenek moyangnya. Penghasilan dari hasil pertanian mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Sekarang ini, hasil pertanian sangat tidak sesuai dengan harapan masyarakat lokal dan bahkan cendrung merugi apabila dihitung antara biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengolah lahannya dengan hasil penjualan hasil pertaniannya. Akan tetapi masyarakat Desa Wisata Penglipuran memiliki ide kreatif dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di desanya yaitu hutan bambu yang berada di utara desa dimana bambu yang biasanya dipakai sebagai atap rumah kini juga dikembangkan sebagai kerjinan-kerajinan yang yang dijajakan didalam area perumahan yang tentunya memiliki nilai ekonomi dan bisa menambah penghasilan masyarakat desa penglipuran. Agar tidak terjadi perebutan dalam penjualan souvenir, ada aturan yang mengatur dimana wisatawan harus membeli kerajinan tangan dirumah penduduk yang ditujukan oleh pecalang setempat. Hampir semua masyarakat desa penglipuran memiliki semacam tempat untuk memajang hasil kerajinannya di dalam pekarangan rumah.

3.3.3 LINGKUNGAN

Pembangunan pariwisata di Desa Wisata Penglipuran tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian hutan, karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang bisa dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya serta untuk keperluan persawahan
Untuk mejaga lingkungan tetap asri, Desa Adat Penglipuran memiliki aturan aturan yang mengatur mengenai hari/waktu untuk melakukan kerja sosial untuk membersihkan lingkungan. Setiap harinya masyarakat penglipuran dibebankan untuk membersihan wilayah/pekarangan rumahnya, utamanya pada area depan rumah yang ditanami rumput, pemotongan rumput dilakukan 2 kali dalam sebulan pada tanggal 1 dan 15 setiap bulannya. Apabila ditemukan ada rumput yang menjalar liar atau tidaka dipotong akan dikenakan denda sebesar Rp 1000 . untuk kebersihan tempat umum seperti pura desa dilakukan oleh desa adat setiap 2 kali dalam sebulan saat rahinan (hari baik umat hindu) purnama. Kebersihan tempat parkir dilakukan oleh desa dinas yang dilakukan setiap 2 kali dalam sebulan saat manis tumpek
Dalam upaya untuk menjaga lingkungan tetap bersih, desa penglipuran memiliki sebuah tempat sampah yang ukurunya cukup besar yang merupakan sumbangan dari pemerintah Kabupaten Bangli. Semua sampah masyarakat desa penglipuran dikumpulkan di tempat ini yang nantinya diambil secara rutin setiap seminggu sekali oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bangli.

3.4 PESONA DAN  DAYA TARIK DESA PANGLIPURAN
Desa Penglipuran merupakan salah satu daerah di Bali terutama di Kabupaten Bangli yang memiliki banyak julukan, diantaranya: Desa Adat, Desa Budaya, dan Desa Wisata. Hal tersebut ditinjau dari berbagai aspek seperti: sistem adat, tata ruang,  perkawinan, bentuk bangunan dan topografi, stratifikasi sosial, kesenian, mata pencaharian, organisasi, dan obyek wisata

3.4.1 RUMAH ADAT DESA PANGLIPURAN

Rumah-rumah yang ada di desa ini dari Utara ke Selatan tampak indah khususnya pintu masuk tradisional Bali yang dibuat mirip satu sama lain. Ketika kita melangkah ke desa ini, kita akan melihat rumah-rumah Bali ke Timur Laut berorientasi pada Gunung Agung yang terletak di Timur Laut pulau Bali. Struktur rumah satu sama lain adalah sama dalam kondisi tertentu, bentuk, ukuran dan fungsi kecuali rumah untuk ruang tidur keluarga.

Desa ini memimpin dengan seorang pemimpin yang disebut Bendesa Adat dan dibantu oleh Penyarikan . Sistem organisasi desa disebut "Ulu Apad" yang merupakan salah satu Sistem Organisasi Bali tertua . Dalam sistem itu, ada 76 anggota menjadi wakil desa. Bagian atas 12 anggota yang disebut "Kanca Roras". Imam desa disebut Jero Kubayan, ada dua Jero Kubayan mereka Jero Kubayan Mucuk dan Jero Kubayan Nyoman.


           3.4.2  SISTEM ADAT
Di desa Penglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah penglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak  bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah.Undang-undang atau aturan yang ada di desa penglipuran disebut dengan awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan implementasi dari landasan operasional masyarakat penglipuran yaitu Tri Hita Karana.Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut :

a.    Prahyangan, adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci,tempat suci dan lain-lain.
b. Pawongan, adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat penglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang bedaagama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.
c. Hubungan manusia dan lingkungan, masyarakat desa penglipuran diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa penglipuran terlihat begitu asri.

Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Oleh karena itu visualisasi estetika pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata lingkungannya.


       3.4.3 TATA RUANG
Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga bagian yaitu :
a.      Utama Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama Mandala , yang bias diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
b.       Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan utama desa. Barisan itu berjejer menghadap kearah barat dan timur. Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur adalah purakeluarga yang telah diaben. Sedangkan Madya Mandala adalah rumah keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata ruang nya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagian nista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan kayu.
c.       Nista Mandala 
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan dari masyarakat penglipuran.
Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang desa tetapi juga bagi tata ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga Penglipuran terbagi menjadi tiga bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan angkul-angkul dan ruang kosong yang disebut natah; bagian tengah adalah tempat berkumpulnya keluarga; dan di bagian paling belakang erdapat toilet, tempat jemuran, atau kandang ternak.

   3.4.4 PERKAWINAN
Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan poligami terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga para wanita. Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi. Sanksi biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang bernama nista mandala. Dan dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara karena wilayah utara bagi orang penglipuran adalah wilayah yang paling suci. Masyarakat  Penglipuran juga pantang untuk menikahi tetangga disebelahkanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya. Karena tetangga-tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.. Bagi warga yang ingin menikah dengan orang di luar Penglipuran bisa saja. Dengan ketentuan bila mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Penglipuran. Yang menarik adalah jika mempelai perempuan dari desa penglipuran dan laki-lakinya dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat Penglipuran dan hidup di desa Penglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat yang dialaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.
 
3.4.5 BENTUK BANGUNAN DAN TOPOGRAFI
Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir. Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan telajakan yang seragam. Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena adanya keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu dan masih merupakan teritorial desa Penglipuran.


3.4.7 UPACARA KEMATIAN (NGABEN)
ngaben2.jpg
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut ngaben. Dimana ngaben ini adalah suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal yang awalnya menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih tersesat kemudian dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini hanyalah pada ritualnya saja. Dimana apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara membakar mayat, di Penglipuran mayat di kubur. Menurut analisa hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Penglipuran sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat daerah Penglipuran yang berada didaerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang kita tahu bahwa abu jenasah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke laut sedangkan bagi orang Bali menyimpan abu jenasah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik adalah dimakamkan.
3.4.6 STRATIFIKASI SOSIAL
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat ini ketua adat yang masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan lima tahun sekali.
3.4.8  KESENIAN
           
Di  Desa Penglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari Baris sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara dewa yadnya. Adapun iringan gambelan yang mengiringi pada saat pementasan semua jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gambelan Gong Gede yang didukung oleh Sekaa Gong Gede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan sekaa Baris sakral ini di atur di dalam awig-awig Desa Adat Penglipuran. Kemudian nama-nama penari ketiga jenis Baris sakral ini juga telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris Bedil 20orang.

3.5 Obyek Wisata di desa Penglipuran





3.5.1 TUGU PAHLAWAN

Monumen ini didirikan pada tahun 1959 untuk memperingati perang Revolusi di Kabupaten Bangli yang dipimpin oleh Kapten Anak Agung Anom Muditha yang terletak disebelah selatan Desa Penglipuran.Luas Monumen ini 1,5 Ha dengan bangunan style Bali dengan balai Cura Yudha yang merupakan tempat aktifitas tertentu dan tempat parkir.

Tugu Pahlawan di desa Penglipuran menjadi simbol Perjuangan kapten Anang Agung Anom Mudita dari Puri Kanginan Bangli. Agung Gede Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan. Tugu ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab krama desa adat penglipuran dan tidak dillimpahkan kepada pemerintah.

3.5.2 HUTAN BAMBU
                        Desa Penglipuran dikelilingi oleh Hutan bambu yang memberikan udara pedesaan yang sejuk dan segar dengan bunyi gesekan pohon bambu yang unik bila bersentuhan satu sama lain di saat angin berhembus.

                        Hutan ini dimiliki oleh Desa dan sebagian milik Penduduk setempat dengan luas 45 Ha yang dipakai untuk keperluan penduduk membangun rumah dan kerajinan tangan disamping untuk keperluan upacara adat. Disamping itu hutan ini juga berfungsi sebagai penyerap air disaat hujan dan penyedia air bersih di musim kemarau bagi desa yang berada dibawahnya.
                        Kawasan hutan bambu yang ada di desa panglipuran merupakan salah satu potensi budaya yang sampai saat ini terpelihara dengan baik. Hutan bambu ini sudah ada sejak ratusan tahun silam, walaupun begitu pihak desa adat hingga saat ini belum memiliki aturan tertulis untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian kawasan hutan bambu ini. Meskipun begitu masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi dalam menjaga kelangsungan dan kelestarian kawasan hutan bambu.
                        Bahkan karena kesadaran masyarakat desa penglipuran untuk menjaga kelestarian hutan bambu itu berimbas pada peraihan penghargaan kalpataru tahun 1992 dan 2007 untuk kategori penyelamatan lingkungan dari pemerintah pusat. Di hutan bambu itu sedikitnya ada 13 jenis bambu yang hidup dan berkembang di kawasan hutan ini. Jenis yang paling banyak adalah jenis jajang hitam, jajang hijau, jajang kuning, serta jajang loreng. Warga masyarakat setempat secara turun-temurun, menerapkan sistem tebang pilih untuk menjaga kelangsungan ekologis.
                        Setiap 6 bulan sekali rata-rata bambu di tebang pilih. Paling mudah memang dilihat dari seluhung batangnya, jika sudah mengelupas sebagian besar, berarti siap di panen. Demikian pula untuk pemotongan masyarakat panglipuran, juga mengenal pantangan untuk menebang pohon bambu yakni saat hari senin (some) umanis. Biasanya bambu-bambu yang dimiliki masyarakat desa adat, dibudidayakan untuk pembangunan di tempat suci (pura), mengingat semua bangunan pura diluar tempat suci (pelinggih) atap bangunan menggunakan bambu, begitu juga dengan pembangunan sarana umum seperti bale banjar untuk atap bangunan juga menggunakan bahan bambu. Selain itu sebagian besar warga memang sumber penghidupannya dari menjual bambu, baik dalam berbagai bentuk cinderamata.
Kawasan hutan bambu ini memiliki suasana sunyi seperti di tengah hutan, selain akan memberikan suasana tersendiri bagi wisatawan, juga akan makin mendekatkan wisatawan akan keindahan alam yang ada di hutan bambu Desa Penglipuran. Usai menikmati keindahan hutan bambu, wisatawan juga bisa menyaksikan perkebunan penduduk serta aktivitas pembuatan aneka bentuk anyaman bambu yang dikerjakan oleh warga Penglipuran. Kondisi ini tentunya akan menambah pengalaman wisatawan.


                         







Pidato Hari Olahraga Nasional



Assalamualaikum Warakhmatullahi Wabarakkatuh

Yang Terhormat Bapak Kepala Sekolah SMPN 1 Bangil
Yang Terhormat Bapak Ibu Guru dan Staff Karyawan Sekolah
Dan Tak lupa teman teman yang saya sayangi

Pertama, Marilah kita panjatkan puja puji Syukur terhadap Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul di tempat dan waktu yang baik ini dengan keadaan sehat wal afiat. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang senantiasa mendoakan umatnya ke jalan kebaikan dan keselamatan.

Teman teman yang saya sayangi, Hari ini tepat pada tanggal 9 September 2014, kita merayakan Hari Olahraga Nasional. Dengan memperingati Hari Olahraga Nasional, saya berharap kita dapat meningkatkan prestasi kita dalam bidang olahraga. Peringatan ini juga harus menjadi momen bagi kita semua untuk mengukuhkan kembali kesadaran kita mengenai makna dari olahraga bagi kita semua sebagai pribadi dan sebagai bangsa.

Olahraga merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan kita.  Karena olahraga merupakan salah satu aspek yang dapat menempa rasa kebangsaan dalam memperkokoh persatuan dan dalam mengobarkan semangat perjuangan bangsa.  Dalam suasana kemerdekaan seperti sekarang ini, khususnya pada peringatan Hari Olahraga Nasional seperti saat ini, seharusnya kita makin memperkuat kesadaran kita dan penghayatan kita mengenai peran penting olahraga dalam pembangunan bangsa, dalam memajukan bangsa.  Olahraga juga dapat membentuk pribadi-pribadi yang sehat dan mulia.

Dengan olahraga kita dapat  membangun sikap jujur, sportif dan jiwa kesatria. Dengan olahraga kita menumbuhkan semangat untuk meraih prestasi terbaik dan semangat berkompetisi secara sehat. Dan juga olahraga dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada. Itu semua adalah sikap-sikap yang membentuk warganegara yang unggul dan pada gilirannya akan menciptakan bangsa yang unggul.

Oleh karena itu mari kita berusaha dengan keras untuk meningkatkan prestasi kita dalam bidang olahraga dan kita dapat mengharumkan nama bangsa melalui olahraga.

Sekian dari saya, semoga yang saya sampaikan bisa bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan saya mohon maaf.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatu.